Kejanggalan Kasus Ammar Zoni

Ammar Zoni

Indonesiaterhubung.id – Membedah kejanggalan dalam perjalanan hukum kasus Ammar Zoni yang berulang kali terkait narkoba dan peredaran dari dalam lapas.

Kasus narkoba yang menyeret nama aktor sekaligus selebritas publik seperti Ammar Zoni tentu menjadi perhatian luas. Namun, di balik pemberitaan itu terdapat sejumlah kejanggalan yang layak dicermati — dari pola penanganan, peran yang diduga, hingga pertanyaan tentang rekayasa hukum dan konsistensi vonis. Artikel ini berupaya untuk mengulas aspek-aspek tersebut agar pembaca bisa melihat perspektif yang lebih lengkap.


BACA JUGA : Nikita Mirzani Divonis 4 Tahun Penjara: Fakta dan Implikasi

1. Rekam Jejak Berulang yang Memunculkan Pertanyaan

Ammar Zoni bukan sekali dua kali berurusan dengan kasus narkoba. Catatan publik pembuatannya menunjukkan setidaknya empat peristiwa utama: pertama pada 2017 dengan kasus ganja dan sabu di Depok; kemudian penangkapan pada Maret 2023; lalu Desember 2023 dengan barang bukti sabu 4,6 gram dan ganja 1,3 gram; dan terbaru dugaan peredaran narkoba dari dalam lapas yang terungkap pada Oktober 2025.

Berkali-kali tersandung kasus ini menimbulkan pertanyaan:

  • Bagaimana bisa seorang begitu sering terjerat tetapi tetap memiliki akses ke jaringan narkoba?
  • Apakah sistem rehabilitasi atau pembinaan yang dijalani benar-benar efektif?
  • Apakah ada pengawasan yang kurang atau mungkin ada perlakuan khusus karena status selebritas?

2. Peran Dalam Penjara dan Dugaan Peredaran dari Dalam Sel

Salah satu kejanggalan paling mencolok adalah temuan bahwa Ammar Zoni diduga mengendalikan peredaran narkoba dari dalam Rutan Kelas I Salemba.

Menurut kronologi penyidik, ia diduga menjadi “penampung” narkoba yang dikirim dari luar rutan lalu diedarkan ke narapidana lainnya melalui aplikasi terenkripsi “Zangi”.

Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis:

  • Bagaimana ponsel atau aplikasi terenkripsi bisa masuk ke tahanan? Apakah ada kelemahan pengawasan atau jaringan khusus?
  • Apakah semua napi dalam kondisi yang sama atau selebritas mendapat perlakuan berbeda?
  • Bagaimana rezim pemasyarakatan bisa menyaring dan mengendalikan distribusi narkoba dalam rutan – jika kasus ini benar maka mengindikasikan kegagalan sistem.

3. Vonis dan Ancaman Hukuman yang Terasa Tidak Konsisten

Kasus Ammar Zoni menunjukkan kejanggalan lain terkait vonis yang dijatuhkan versus tuntutan awal. Contoh: pada salah satu kasus sebelumnya ia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp1 miliar meskipun tuntutan awal adalah 12 tahun.

Ketidakselarasan antara tuntutan awal dan vonis akhir menimbulkan pertanyaan:

  • Apakah faktor-non hukum (status publik, pengaruh sosial) ikut memengaruhi keputusan pengadilan?
  • Bagaimana transparansi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis?
  • Apakah hukuman yang lebih ringan membuat efek jera kurang optimal dan memunculkan kesempatan untuk “kembali” berulah?

4. Dampak Publik dan Persepsi Moral Selebritas

Karena statusnya sebagai publik figur, kasus Ammar Zoni mendapat sorotan besar. Ini memberi dimensi tambahan ke kasus—tidak hanya soal hukum, tapi juga moral, citra publik dan tanggung jawab selebritas.

Dampak-nya antara lain:

  • Masyarakat umum mempertanyakan apakah selebritas diperlakukan lebih ringan atau justru “dihukum” lebih keras secara sosial.
  • Terjadi distorsi persepsi bahwa narkoba di kalangan selebritas bisa seperti “main-main” karena pengulangan kasus-kasus terdahulu.
  • Efek demoraliasi bagi masyarakat muda jika kasus seperti ini terus berulang tanpa resolusi yang meyakinkan.

5. Pelajaran dan Catatan Penting Untuk Penegakan Hukum

Kejanggalan dari kasus ini banyak memberikan pelajaran penting untuk sistem hukum dan pemasyarakatan di Indonesia:

  • Pengawasan Lapas: Kasus peredaran dari dalam tahanan menunjukkan bahwa pengawasan dan pengendalian di lapas perlu diperkuat.
  • Konsistensi Hukum: Agar publik percaya sistem hukum adil, vonis dan tuntutan harus transparan dan konsisten.
  • Rehabilitasi yang Efektif: Bila seseorang sudah beberapa kali tersangkut kasus narkoba, maka program rehabilitasi dan reintegrasi sosial harus dievaluasi.
  • Perlakuan Selebritas: Status sosial tidak boleh menjadi alasan perlakuan berbeda – baik lebih ringan atau malah ancaman sosial yang tak proporsional.

6. Kesimpulan

Kasus Ammar Zoni memang lebih dari sekadar “selebritas kalah perang dengan narkoba”. Di balik kasus ini terdapat sejumlah kejanggalan—mulai dari pola berulang yang menunjukkan kelemahan sistem, dugaan peredaran dari dalam lapas yang mencerminkan celah pengawasan, hingga ketidakselarasan antara tuntutan dan vonis yang mengguncang kepercayaan publik.

Bagi masyarakat, kasus ini mengingatkan bahwa penegakan hukum bukan hanya soal menangkap pelaku, tetapi juga memastikan sistem berjalan efektif, adil, dan transparan. Bagi selebritas atau individu pada umumnya, ini menjadi pengingat bahwa status publik bukan jaminan kekebalan dari hukum maupun tanggung jawab moral.

Semoga dengan sorotan seperti ini, sistem hukum dan pemasyarakatan bisa semakin diperkuat, dan masyarakat mendapatkan keadilan yang sejati.