Sidang Etik Ahmad Sahroni oleh MKD DPR Dimulai Akhir Oktober

Ahmad Sahroni

Indonesiaterhubung.id – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR mulai memeriksa Ahmad Sahroni terkait dugaan pelanggaran etik pada 29 Oktober 2025 dalam sidang terbuka di masa reses.

Panggung politik parlemen kembali memanas dengan digelarnya sidang etik terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang telah dinonaktifkan dari fraksi. Salah satu nama yang menjadi sorotan utama adalah Ahmad Sahroni. Sidang akan dilaksanakan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mulai 29 Oktober 2025.

Proses ini bukan hanya soal satu individu, tetapi juga menjadi ujian bagi kredibilitas mekanisme etik internal DPR.


BACA JUGA : Fadly Jon di Hari Sumpah Pemuda: Semangat Baru Pemuda

1. Latar Belakang Penetapan Sidang Etik Ahmad Sahroni

Sidang etik ini bermula setelah sejumlah pernyataan publik dari anggota DPR yang memicu reaksi sosial dan demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025. Dalam kasus Ahmad Sahroni, ia bersama empat anggota lainnya — termasuk Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir — telah dinonaktifkan fraksinya masing-masing sebagai langkah awal sebelum sidang etik.

Pimpinan DPR telah memberikan izin kepada MKD untuk menggelar sidang terbuka meskipun DPR sedang dalam masa reses, sebagai respons terhadap tekanan publik agar proses etik tidak tertunda.


2. Agenda dan Prosedur Sidang MKD

Sidang MKD dijadwalkan berlangsung mulai Rabu, 29 Oktober 2025, dan akan dilakukan secara terbuka untuk umum, memberikan transparansi bagi publik.

Prosedur sidang meliputi:

  • Pemanggilan pihak teradu (termasuk Ahmad Sahroni) untuk klarifikasi.
  • Presentasi temuan awal oleh MKD terkait dugaan pelanggaran etika.
  • Kesempatan bagi teradu untuk membela diri, memberikan bukti atau saksi.
  • Penilaian oleh anggota MKD dan kemudian rekomendasi sanksi jika terbukti pelanggaran.
    Sanksi bisa berupa teguran, pemberhentian sementara dari jabatan, atau lebih berat bergantung pada tingkat pelanggaran.

3. Isu Utama yang Menjadi Sorotan

Dalam kasus Ahmad Sahroni, sejumlah isu menjadi fokus pembahasan:

  • Pernyataan publik yang dinilai tidak tepat dan memicu kecaman publik.
  • Status nonaktif dari fraksi yang menunjukkan bahwa partai telah mengambil tindakan awal sebelum sidang etik.
  • Kebutuhan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi legislatif, yang sering diterpa masalah etik dan moral.

Proses ini menjadi penting karena etika legislatif adalah salah satu fondasi demokrasi yang sehat — ketika anggota DPR melewati batas etika, reputasi lembaga juga ikut terdampak.


4. Implikasi bagi Ahmad Sahroni dan DPR

Bagi Ahmad Sahroni, hasil sidang ini bisa menentukan karier politiknya selanjutnya — apakah ia akan mendapatkan sanksi ringan atau lebih berat, dan bagaimana citra publiknya akan terbentuk kembali.
Bagi DPR dan MKD, sidang ini menjadi momentum penting untuk menunjukkan bahwa mekanisme etik internal berjalan efektif dan adil — terutama karena proses ini dibuka kepada publik dan dilaksanakan meskipun DPR dalam masa reses.

Jika mekanisme ini dianggap berjalan transparan dan adil, maka akan meningkatkan kepercayaan publik. Sebaliknya, bila hasilnya dianggap tidak memadai atau tidak jelas, maka reputasi DPR bisa semakin tergerus.


5. Tantangan dan Harapan ke Depan

Beberapa tantangan yang muncul dalam proses ini antara lain:

  • Menjaga objektivitas dan independensi MKD agar tidak dianggap sebagai instrumen politik atau alat tekanan fraksi.
  • Transparansi proses sidang sehingga publik dapat melihat secara nyata bahwa prosedur eti­k dijalankan dengan benar.
  • Menegakkan sanksi yang proporsional agar efek jera bagi anggota DPR lain dapat tercipta.

Harapan besar dari masyarakat adalah agar sidang etik ini bukan sekadar “ritual” tanpa hasil nyata. Diharapkan menghasilkan keputusan yang adil, memberikan pembelajaran bagi seluruh anggota DPR, dan memperkuat mekanisme pengawasan etik di parlemen.


Kesimpulan

Sidang etik yang digelar oleh MKD terhadap Ahmad Sahroni dan rekan-rekannya merupakan momen penting bagi sistem pengawasan internal DPR. Dengan jadwal yang sudah ditetapkan pada 29 Oktober 2025 dan izin pelaksanaan meskipun masa reses, sidang ini menunjukkan bahwa lembaga legislatif bersikap responsif terhadap tuntutan publik untuk akuntabilitas dan etika.

Keputusan yang akan diambil sidang bukan hanya berdampak pada individu yang bersangkutan, tetapi juga pada kredibilitas DPR sebagai lembaga publik. Diharapkan hasilnya akan menjadi preseden yang memperkuat budaya etika, transparansi, dan tanggung jawab legislatif Indonesia.