Dalam ajang Global Town Hall 2025 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), tema yang diangkat tentang masa depan yang kita butuhkan mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk mencermati tantangan-tantangan dalam transisi energi. Salah satu pembicara kunci, Gita Wirjawan, mengungkapkan suatu pandangan yang menarik mengenai hambatan transisi energi yang lebih dipengaruhi oleh ketimpangan ekonomi global daripada teknologi itu sendiri.
Menelusuri Peran Teknologi dalam Transisi Energi
Dalam konteks transisi menuju energi terbarukan, seringkali yang menjadi fokus utama adalah perkembangan teknologi. Banyak yang berpendapat bahwa kemajuan teknologi, seperti panel surya, turbin angin, dan penyimpanan energi, merupakan kunci untuk mencapai target keberlanjutan. Namun, Gita Wirjawan menegaskan bahwa meskipun teknologi merupakan elemen penting, tantangan utama terletak pada ketidaksetaraan yang terjadi secara global. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap teknologi tidak merata dan sering kali hanya menguntungkan kalangan tertentu di negara maju.
Ketimpangan Ekonomi Global Sebagai Penghambat
Ketimpangan ekonomi yang ada saat ini dapat menjadi penghalang signifikan bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan transisi energi. Dalam banyak kasus, negara-negara dengan sumber daya terbatas mengalami kesulitan untuk mengadopsi teknologi baru yang lebih ramah lingkungan. Gita menekankan bahwa jika upaya transisi energi tidak memperhatikan aspek ini, maka kesenjangan yang ada justru akan semakin melebar. Negara-negara kaya mampu berinvestasi dalam teknologi terbarukan, sementara negara-negara kurang beruntung tetap tergantung pada bahan bakar fosil yang lebih murah dan mudah diakses.
Pentingnya Kerjasama Global
Gita Wirjawan juga menggarisbawahi pentingnya kerjasama internasional dalam mengatasi ketimpangan ini. Menurutnya, perjanjian investasi yang adil dan dukungan teknologi antara negara-negara maju dan berkembang dapat membantu menciptakan landasan yang lebih kuat dalam transisi energi global. Dengan adanya sinergi, negara-negara berkembang dapat mengakses teknologi dan sumber daya yang diperlukan, sehingga meratakan kesempatan untuk berkontribusi pada keberlanjutan.
Transformasi Ekonomi dan Energi Berkelanjutan
Strategi transisi energi harus mencakup pendekatan transformasi ekonomi yang menyeluruh, tidak hanya bergantung pada teknologi. Gita berpendapat bahwa perlu ada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan di sektor energi terbarukan di negara-negara berkembang. Hal ini bertujuan untuk membangun kapasitas lokal yang mampu mengelola teknologi baru dan memanfaatkan potensi energi yang ada. Dengan demikian, masyarakat setempat bisa turut serta dalam proses transisi dan produktif secara ekonomi.
Mengenali Dampak Sosial terhadap Transisi Energi
Di samping aspek ekonomi, dampak sosial dari transisi energi juga harus diperhatikan. Seringkali, keputusan yang diambil dalam kebijakan energi terbarukan tidak mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat lokal, termasuk pekerja di sektor tradisional seperti pembangkit listrik tenaga batu bara. Gita menyoroti perlunya kebijakan yang inklusif guna memastikan bahwa semua kelompok masyarakat dapat beradaptasi dan tidak tertinggal dalam proses ini.
Menuju Masa Depan yang Lebih Berkelanjutan
Dengan mempertimbangkan pandangan Gita Wirjawan dalam Global Town Hall 2025, jelas bahwa hambatan dalam transisi energi global lebih kompleks daripada sekadar masalah teknologi. Ketimpangan ekonomi yang lebar menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Kita perlu mendorong inklusi dan keadilan dalam setiap langkah kebijakan energi yang diambil agar semua negara, tanpa kecuali, dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan keberlanjutan.
Dalam menghadapi tantangan ini, dibutuhkan perpecahan dan kolaborasi lebih erat antara negara-negara, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Dengan semangat gotong royong dan inklusi, kita dapat menciptakan peluang yang lebih besar bagi semua untuk berpartisipasi dalam transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Dalam akhirnya, keberhasilan transisi ini adalah tanggung jawab bersama yang tidak bisa ditunda lagi.
